Minggu, 10 Agustus 2014

Malaikat Penuntunku


Tatapan hangat dari matanya dapat aku rasakan
Begitu lembut santun isyarat tubuhnya
Sejenak aku terhentak dari keramaian suasana
Bibirku terbungkam terdiam dan membisu
Sanubari hati semakin meyakinkan diri
Tersadar aku bahwa kaulah penuntun hatiku

Assalamu’alaikum malaikat penuntun ku, bagaimana kabarmu disana wahai Adam ku?
Adakah kau rindukan aku seperti aku yang senantiasa merindukan kehadiranmu. Tak hanya kehadiranmu, aku pun rindu akan semua kasih sayang yang sempat kau beri untukku.
Sekilas memori akan ku urai kembali, ini bukan tentang dia, ini tentang kau dan aku.
Moment itu masih aku ingat hingga detik ini. Awal dari perkenalan kita waktu itu diawali dengan ketidak sengajaan. Di keheningan malam hanphone yang tak biasanya berdering ternyata malam itu berdering kembali.
*Kriiiiing…* suara hanphone berbunyi. Beberapa saat setelah itu aku menuju ke kamar dan mengambil hanphone dari atas meja belajar.
Aku: *buka sms di hanphone* “siapa yang sms malem-malem gini”, tanyaku dalam hati. *jam menunjukkan pukul 09.43 malam*
#Dara, ada temenku yang mau kenalan sama kamu nih# (isi pesan)
Keesokan harinya akupun menanyakan langsung kepada Risti tentang teman lelakinya itu. Setelah tau asal-usulnya, aku pun mencoba untuk lebih mengenal lelaki itu secara lebih dalam walaupun sedikit terpaksa. Bagaimana mungkin aku bisa secepat itu “Move On” dari **** yang baru beberapa bulan dari itu kami putus, tepatnya tanggal 15 bulan Februari 2014 kemarin.
Awalnya aku tak begitu yakin bisa memberikan hatiku sepenuhnya kepada malaikat baru ku itu, tapi hatiku berkata lain. Tak henti-hentinya hati kecilku memotivasi diri ini untuk mencoba, hingga akhirnya aku pun mencoba menjalani suatu hubungan dengannya. Bukannya ingin menyamakan tanggal jadian ku dengan yang lalu (10), itu hanyalah suatu kebetulan yang aku sendiri tidak menyadarinya. Akhirnya keputusan bulatku aku jatuhkan tepat pada tanggal 10 Maret 2014. Hari itu aku dan malaikat baru ku itu resmi menjalani status hubungan.
Suatu ketika aku termenung menyendiri di sudut kamar, terlintas di pikiranku tentang hubungan yang kami jalani. “sanggupkah aku menjalani hubungan dengan jarak jauh seperti ini?”, tanyaku dalam hati. Yaa.. aku tak begitu yakin dengan semuanya. Namun demi kehendak hati kecilku aku semakin yakin akan cinta yang kami satukan, karena entah mengapa rasa cinta itu semakin hari semakin kuat aku rasakan. Aku merasakan sesuatu yang berbeda yang tak pernah aku rasakan sebelumnya, ku akui belum pernah merasakan cinta tulus dan suci seperti ini. Tutur kata darinya selalu aku rindukan, begitu lembut hatinya hingga hati ini pun luluh.
Hari itu tepatnya tanggal 4 bulan April aku ikut keluarga mengantarkan nenek ke desa kami, Ranau. Lantas saja aku begitu kegirangan dan tak sabar menantikan pertemuan kami sesampainya di sana nanti. Sesampainya di sana, keesokan harinya aku berniat untuk memberinya kado, walaupun belum waktunya tetapi aku hanya ingin menjadi sosok yang pertama kali memberi kesan teriindah untuknya. Aku tau, mungkin itu bukanlah kado yang istimewa, namun perjuanganku untuk membelinya cukup menarik. Tak banyak harapanku, hanya bisa menghargai pemberian dariku pun sudah cukup bagiku.
Malam itu aku merasakan tatapan yang hangat darinya. Matanya memporak porandaku. Lantas saja aku terhanyut terdiam dan terpaku sejenak menatap wajahnya. Begitu dalam cinta itu hingga terasa menyentuh dilubuk hati ini. Rasanya tak ingin malam itu berlalu.
Selama aku mengenalnya, aku selalu merasa dilindungi walau dari kejauhan, aku selalu merasakan kehadirannya disampingku disetiap langkah kaki ku dimana pun aku menampakkan diri. Dia bagaikan mentari yang selalu menyinari, bagaikan embun pagi yang selalu menyejukkan hati. Tetapi semua itu hanya sekejab aku rasakan…
Semua sirna dan menghilang…
Semua pergi dan berlalu begitu saja…
Sebuah akhir cerita yang tak pernah aku inginkan pun terjadi diantara kami. Karena suatu perdebatan yang awalnya hanya karna masalah kecil dan sepele akhirnya harus memisahkan kami. Dia merasa bahwa aku terlalu mengekangnya, bahkan selalu ingin dimengerti. Aku merasa seperti anak kecil yang tak tahu diri dan entah harus berkata apa ketika dibentak. Hingga saat ini tak hentinya aku bertanya dalam hati apa yang membuatnya harus pergi dari hidupku, bahkan untuk selamanya. Hanya air mata yang menetes dan membasahi pipi ini. Begitu sakitnya aku rasakan, begitu dalamnya keperihan ini.
Masih ku ingat jelas alur cerita terakhir yang ia beri untukku, tak bisa aku katakan seperih apa rasa itu, hanya saja hingga saat ini aku tak mampu menyembuhkan luka ini. Sekeras apapun ia mencoba menjauh dan menghilang dariku, entah mengapa hati ini selalu berpihak lagi padanya. Aku pun tak tahu sampai kapan aku harus memendam semua ini sendiri. Sungguh kecil harapanku untuk dapat berjumpa lagi dengannya. Jarak ini terlalu menyiksaku, hingga terkadang air mata selalu menjadi pelengkap malamku setiap kali aku merindukannya.
Tak mudah bagiku mencintai seseorang dengan sepenuh hati, bahkan untuk mengenal pun begitu sulit bagiku jika tidak didesak. Aku tak mudah mempercayai seseorang, apalagi memberi segenap hatiku untuknya. Tetapi entah mengapa mudahnya aku memberi ketulusan cinta ini kepada dia yang baru saja aku kenal. Mungkin itulah keagungan Tuhan, ia memberikan sosok malaikat namun sayangnya itu semua hanya sesaat aku rasakan. Andai dia tahu.. hingga saat ini hati ini masih utuh untuknya. Aku percaya takdir Tuhan akan berpihak pada kita nantinya.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.